Laman

Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 05 Juli 2012

Artikel Bertema Kartini


Kartini Saja Menulis, Mahasiswa?
Oleh  Dias M.
21 April selalu menjadi hari Peringatan Kartini. Sosok perempuan asal Jepara ini telah memberikan pengaruh besar kepada semua orang, terutama kaum hawa. Berbagai acara seremonial untuk memperingati hari Kartini dilakukan setiap tahun seperti berpakaian adat serentak atau dalam bentuk perlombaan, lomba pidato, puisi, dan lainnya.
           Banyak pelajaran yang dapat diambil dari perjuangan RA Kartini. Di samping perjuangan keras untuk hidup bebas tanpa tekanan, sifat Kartini yang rajin dalam tulis-menulis perlu kita garis bawahi.
       Kartini merupakan perempuan pribumi yang beruntung. Ia dapat mengenyam dan merasakan dunia sekolah, kendati hanya di Sekolah Rendah Belanda pada tahun 1849. Lalu bagaimana ia berada di sekolah tersebut? Menurut literatur yang disampaikan Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya “Panggil Aku Kartini Saja”, satu-satunya sekolah yang ada di Jepara itu menunjukkan diskriminasi. Sebelum masuk kelas, semua murid dibariskan. Kemudian, mereka dipanggil satu persatu berdasarkan golongannya.
       Kartini selalu menuliskan keadaan dirinya dan keluarganya, mulai dari peristiwa yang menyakitkan hingga yang menggelitik hatinya. Inilah contoh surat yang ia tuliskan kepada sahabatnya, Estella Zeehandelar, tanggal 6 November 1900:
Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tapi kami berusaha maju, kemudian
Mereka mengambil sikap menantang terhadap kami. Aduhai! Betapa banyaknya dukacita dahulu semasa ma-
Sih kanak-kanak di sekolah; para guru kami dan banyak di antara kawan-kawa sekolah kami mengambil si-
Kap permusuhan terhadap kami. Tapi memang tidak semua guru dan murid membenci kami. Banyak juga
Yang mengenal dan menyayangi kami, sama halnya terhadap murud-murid lain. Kebanyakan guru itu tidak
rela memberikan angka tertinggi pada anak Jawa, sekalipun si murid itu berhak menerimanya.
      Dalam kesehariannya, Kartini selalu berpikiran aneh dan macam-macam. Ia memikirkan hak dan kewajiban perempuan yang masih belum proporsional pada masanya. Bahkan Kartini sempat merasakan kurungan yang luar biasa selama empat tahun. Tempat itu justru membuatnya semakin mennggigit jari untuk memperjuangkan diri dan rakyatnya dari tekanan adat istiadat yang berada di bawah kekuasaan penjajah Belanda. Begitu banyak karya dimunculkan dari tangannya.
      Kartini saja suka menulis. Bagaimana dengan mahasiswa? Seharusnya mahasiswa mengembangkan bakat menulisnya. Salah bila ada yang berkata, “Saya tidak punya bakat menulis”. Setiap orang telah memiliki bakat dalam bidang apapun, namun hanya butuh improvisasi dari individu itu sendiri.
      Mahasiswa yang telah dicap sebagai cikal bakal bangsa seharusnya mampu memberikan benih kehidupan bermakna bagi bangsa dan negaranya. Bukan malah menjadi trouble maker bagi lingkungan sekitarnya.
       Ingat, kau adalah agent of change, mahasiswa! Mahasiswa itu sebagai makhluk baru yang memberikan warna kehidupan lebih cerah. Menulis adalah salah satu langkah konkrit memajukan sekaligus mencerdaskan bangsa. Indonesia yang masih minim dengan karya tulis (jurnal) dapat berubah dan mengejar ketinggalannya bila mahasiswa ikut produktif dalam hal penulisan. Tulisan yang dipublikasikan akan dapat membantu banyak orang dalam mencari literature dan bahan bacaan, sehingga bangsa ini menjadi cerdas.
       Sulitkah menulis itu? Tidak. Menulis itu akan mudah bila telah terbiasa melakukannya. Pada umumnya kesulitan dalam penulisan adalah dalam pencarian ide atau gagasan. Menurut Rosyadi (2008), pencarian ide itu dapat dilakukan dengan banyak membaca buku, memerhatikan fenomena kehidupan, melakukan survey buku, mempelajari segmen pembaca, dan mendiskusikan topik.
     Kartini memulai menggoreskan tinta dalam bentuk surat pendek mengenai pengalamannya, kemudian berlari hingga ke surat panjang yang ditujukan kepada Nyonya Abbedon. Pelajaran darinya adalah mulailah menulis dari hal yang sederhana. Kartini tidak pernah lupa dengan sahabat setianya yang membuatnya bahagia di kala ayah dan abang ketiganya sedang tidak ada di rumah, BUKU. Setiap selesai melaksanakan perintah abang pertamanya yang galak, Kartini langsung memindahkan buku yang ada di meja belajarnya ke pangkuannya. Membaca buku dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta mengubah cara berpikir menjadi realistis.
      Mahasiswa bukanlah seorang siswa, melainkan seorang yang telah memiliki given status “Maha”, lebih dari siswa biasa. Bila kartini yang pada zamannya banyak kesulitan dalam memperoleh pendidikan, namun ia dapat berpikir kritis mengenai fenomena masyarakat  sekitarnya, kenapa mahasiswa sekarang tidak? Pendidikan mudah didapat saat ini, sehingga menstimulasikan mahasiwa untuk terus berkarya demi bangsa. “Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang. Itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani–pemberani telah memenangkan tiga perempat dunia!” (Kartini via Pramoedya Ananta Toer).





Tidak ada komentar: